Keadilan Hanya Diberikan Kepada Orang Yang Mempunyai Kekuasaan

Keadilan Hanya Diberikan Kepada Orang Yang Mempunyai Kekuasaan

Kekuasaan secara definitif adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain atau menguasai orang lain, agar mereka melakukan tindakan-tindakan yang dikehendaki oleh orang yang berkuasa. Mereka bisa diperintah karena yang berkuasa memiliki kuasa atas diri mereka.

Maka dapat dikatakan bahwa tubuh kita dalam tatanan suatu negara itu bukanlah tubuh milik kita seutuhnya, tubuh kita diatur, dikuasasi oleh hukum, tata negara, aturan, norma, dan lain sebagainya.

Contohnya, jika seseorang lapar dan sebenarnya ia ingin makan, tetapi ia tidak memiliki uang untuk membeli makanan, maka ia tidak boleh mengambil makanan orang seenaknya.

Artinya, tubuh itu dikuasai oleh tatanan norma, yang mana jika ia ingin makan, maka ia harus bekerja untuk membeli makanan. Tidak boleh mencuri, merampok, dan sejenisnya.

Gen asli dari yang namanya kekuasaan itu adalah baik, tetapi dalam aplikasinya juga bisa jadi tidak baik, tergantung bagaimana alat disekitar apa yang diyakini kekuasaan itu untuk mengaplikasikannya.

Contoh, demokrasi adalah satu sistem berpikir yang tidak pernah ingin melibatkan tuhan dalam cara berpikir, demokrasi adalah sebuah keputusan dimana kebaikan manusia, harus diputuskan oleh manusia itu sendiri, tuhan tidak ikut campur.

Tapi ia tidak bisa menolak adanya genetika asli ini, sehingga suara tuhan itu adalah suara rakyat. Ketika dipersonifikasi menjadi suara rakyat dengan suara tuhan, rakyat ini dipersonifikasi sebagai ke-maha agungan.

BACA JUGA :  Kekuasaan, Demokrasi, dan Berpikir Politik

Kekuasaan sudah pasti terdapat dalam suatu lingkungan politik. Pelaku politik yang dimaksud seperti pejabat negara, pemimpin daerah, hingga angggota dewan. Seringkali mereka yang mempunyai kekuasaan, menyalahgunakan kekuasaan tersebut.

Misalnya dapat dilihat bahwa banyak pejabat pemerintahan yang korupsi. Berdasarkan data KPK per 13 Juli 2023, jumlah instansi yang banyak terjerat korupsi adalah swasta, pejabat pelaksana elon, dan lembaga legislatif.

Orang-orang yang representative cenderung korup ketika mempraktikkan pembagian kekuasaan. Karena bukan pembagian kekuasaan demi rakyat, tetapi untuk kelompok atau partainya masing-masing. Lord Acton pernah berkata bahwa “Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely” artinya adalah kekuasaan cenderung korup, kekuasaan absolut pasti korup.

Manusia merupakan makhluk yang diberi kekuasaan, maka akan cenderung menyalahgunakan kekuasaannya, terlebih lagi jika manusia itu mempunyai kekuasaan lebih, maka jelas korupnya.

Hasrat selalu memiliki objek aktif sama seperti kita ingin memiliki atau menguasai sesuatu, tetapi ketika kita memilikinya kita selalu menginginkan sesuatu yang lebih.

Itu memang sifat atau watak dasar insting manusia untuk bertahan hidup dan menjadi nomor satu, tujuannya adalah untuk kepentingan pribadi.

Motif dari sebuah keinginan untuk berkuasa, implikasinya itu sangat digunakan, hanya rasul dan nabi yang bisa menepis dari konsekuensi kekuasaan. Contoh kecilnya, orang yang bekerja di perkantoran, tidak mungkin mau bekerja seperti biasanya, kalau tidak ada uang jalan, uang makan, dan lain sebagainya.

BACA JUGA :  Kekuasaan Politik Membutakan Keadilan

Oleh karena itu, ketika ingin memasuki dunia politik, sikap pertama yang harus ada dalam diri Anda adalah sikap skeptis (curiga). Untuk menumbuhkan keyakinan pada politik, anda harus curiga, dimana ketika kecurigaan itu habis maka disitulah Anda bisa menemukan sesuatu yang mungkin Anda yakini.

Karena selalu ada jarak antara realitas dan subjektifitasnya. yang kita lihat para caleg, para kepala daerah, merupakan sebuah kemasan, bukan objektivitas, bukan sebuah realitas.

Karena setiap orang yang mencalonkan diri untuk memiliki kekuasaan adalah orang yang selalu harus dikemas lebih dulu.

Seringkali di Indonesia terjadi kasus yang dimana korbannya adalah rakyat biasa, dan pelakunya adalah orang yang memiliki kekuasaan serta privilage dalam suatu lingkup politik, baik ia sendiri yang mempunyai kekuasaan tersebut ataupun keluarganya.

Maka, pastilah si pelaku tidak dihukum dengan ketentuan dan ketetapan yang sudah ada, atau bahkan yang lebih parahnya yaitu pelaku tidak mendapatkan hukuman apapun terkait dengan apa yang telah ia perbuat, melainkan korban yang justru malah mendapatkan hukumannya.

Tidak heran jika banyak rakyat Indonesia yang sudah tidak percaya lagi dengan hukum di negaranya sendiri.

BACA JUGA :  Mengungkap Esensi Politik: Konsep dan Teori dalam Ilmu Politik

Karena mereka berfikir bahwa lebih baik tidak melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib, karena itu nantinya hanyalah sia-sia. Seringkali terjadi bahwa ketika suatu masalah ingin diproses secara hukum atau dalam kata lain dilirik oleh pihak berwajib, jika ia bukan orang yang mempunyai kekuasaan dan tidak memiliki “power”, maka masalah tersebut tidak akan digubris oleh pihak berwajib.

Masalah itu harus viral terlebih dahulu di sosial media, barulah mereka akan memproses masalah tersebut secara hukum.

Saya berharap kedepannya, pihak berwajib bisa lebih tanggap dalam menangani hal-hal yang terjadi kepada masyarakat, tidak perlu menunggu beritanya viral terlebih dahulu. Karena itu merupakan kewajiban mereka untuk meluruskan sesuatu yang salah.

Dan juga kita sebagai masyarakat pastinya ingin merasa “aman” karena dilindungi oleh hukum yang sesuai dengan norma yang ada.

Penulis: Rt. Siti Lutfia Rahmah
Nomor HP yang aktif: 08157462****
Akun media sosial: Instagram @lutfiarhmh_

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *